Nih Kehidupan Ibu Rumah Tangga Pesisir Jepara
KEHIDUPAN WANITA PESISIR DI KECAMATAN KEDUNG JEPARA
Kecamatan Kedung merupakan salah satu dari 14 kecamatan yang berada di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan tersebut berhadapan pribadi dengan Laut Jawa. Dari Kota Jepara Keamatan Kedung sanggup ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam waktu kurang dari 20 menit. Oleh alasannya ialah keadaan jalan yang cukup baik, menimbulkan desa-desa yang ada gampang dijangkau. Jalan utama yang menghubungkan desa-desa atau desa dengan tempat lain, kebanyakan mencapai 4 meter. Kondisinya cukup cantik dan beraspal. Sementara secara administratif, Kecamatan Kedung berbatasan dengan wilayah atau tempat lain. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tahunan Pecangaan, sebelah barat berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Demak Propinsi JawaTengah.
Mengenai kependudukan, dari data[6] jumlah penduduk di Kecamatan Kedung sebesar 62.491 jiwa atau 49,875% dan perempuan sebesar 31.327 jiwa atau 50,13%. Dari jumlah tersebut ada 16.439 kepala keluarga (KK), sehingga rata-rata anggota dalam setiap keluarga terdapat 4 jiwa. Sementara tingkat pendidikan, bahwa masyarakat Kecamatan Kedung terdolong rendah. Proporsi terbesar (31,0%) penduduk hanyalah tamatan sekolah dasar. Penduduk yang tidak tamat sekolah dasar sebesar 14,1% dan tidak sekolah dasar 13,0%. Kemudian penduduk yang menamatkan berguru hingga dingklik SLTP 39,3% dan hingga tingkat Sekolah Menengan Atas hanya sebesar 2,6% dari jumlah penduduk seluruhnya. Besarnya persentasi penduduk yang tidak tamat SD di Kecamatan Kedung ini dikarenakan banyak orang bau tanah yang telah mengajak anaknya untuk mencari nafkah. Anak laki-laki untuk membantu ayahnya mencari ikan di tengah bahari dan yang perempuan acara mengesek ikan, meskipun mereka masih dalam usia sekolah.
Pada waktu-waktu tertentu ibarat pada demam isu ikan yakni bulan antara Desember hingga Maret, jumlah penduduk bertambah dengan musiman. Wilayah ini akan dihuni oleh sejumlah pendatang yang ingin mencari pekerjaan. Secara umum mereka bekerja sebagai bidak, yaitu nelayan buruh di bahtera milik nelayan. Saat-saat ibarat ini, pendatang musiman yakni bidak secara kuantitatif sukar dipastikan jumlahnya. Berdasarkan asumsi dari aneka macam pihak yang erat kaitannya dengan kenelayanan, jumlah para pendatang bisa mencapai ratusan orang. Mereka tiba dari aneka macam tempat di sekitar Kabupaten Jepara bahkan ada yang dari Tegal. Sebagai tempat pantai, matapencaharian utama penduduk wilayah di Kecamatan Kedung kebanyakan di bidang kenelayanan. Jumlah nelayan baik nelayan buruh (pendega) maupun nelayan pemilik dari data tercatat sebesar 74,2%, tambak 12,9%, buruh industri 9,9%, tukang bangunan/kayu 1.0%, sedangkan yang bekerja di luar kenelayanan ibarat medis, pegawai negeri, ABRI, pensiunan ialah sebesar 1,0%. Sebagai wilayah yang letaknya di dekat pantai, maka kehidupan penduduknya bernafaskan kenelayanan. Tampaknya warga yang bekerja sebagai pedagang, buruh atau lainnya masih sangat berkaitan dengan bidang kenelayanan. Para pedagang umumnya berdagang ikan, sedangkan petani tambak ialah orang-orang yang memelihara tambak sendiri atau sebagai buruh/menyewa tambak. Dengan demikian suasana kehidupan kenelayanan di wilayah Kecamatan Kedung sangat terasa sekali.
Di sisi lain sarana dan prasarana transportasi serta komunikasi sangat penting bagi suatu tempat baik di tempat perkotaan maupun di pedesaan. Demikian pula di Kecamatan Kedung, hal ini penting untuk berlangsungnya acara masyarakat dan mobilitas penduduk. Sarana komunikasi, sanggup membantu kecepatan masuknya isu ke tempat bersangkutan yang berarti pula meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakatnya. Demikian juga sarana ekonomi juga terdapat di tempat penelitian yaitu berupa pasar ikan maupun warung, toko, kios dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan).
Berkaitan dengan TPI, bagi masyarakat nelayan di tempat penelitian untuk memasarkan hasil tangkapannya tidak begitu dipermasalahkan (bebas). Hal ini alasannya ialah hasil tangkapannya bisa dipasarkan atau dijual ke tempat pelelangan ikan (TPI) setempat atau dijual ke pedagang/bakul ikan terdekat. Bahkan ada bakul hingga mendatangi ke rumah masing-masin nelayan. Dengan demikian dalam hal referensi pemasaran nelayan bisa dilakukan melalui forum resmi maupun tidak resmi. Melalui forum resmi yaitu ke TPI, sedangkan forum tidak resmi dijual pribadi kepada bakul-bakul ikan atau tengkulak bahkan ada pembeli/konsumen pribadi ke nelayan. Data yang ada diperoleh bahwa di Jepara ada 12 pasar ikan atau tempat pelelangan ikan (TPI) dari 14 kecamatan yang ada ibarat TPI Kedungmalang, Panggung, Demaan, Bulu, Jobokuto, Mlonggo, Bando, Tubanan, Bandungharjo, Ujung Watu I, Ujung Watu II, dan TPI Karimunjawa. Namun dari sejumlah TPI yang tercatat ada TPI yang kini (waktu penelitian) sama sekali sudah tidak berfungsi atau tidak dimanfaatkan tempatnya, contohnya yang berada di Kecamatan Kedung, tepatnya TPI Kedungmalang sebagai salah satu desa nelayan yang dijadikan sampel penelitian.
Sarana lainnya ialah sopek atau perahu. Di Jepara ada dua jenis ukuran bahtera yakni bahtera kecil dengan panjang 5,5 m dan lebar 1,2-2 m, serta bahtera besar dengan panjang 11 m dan lebar 4 m. Masing-masing bahtera mempunyai peralatan tersendiri serta jumlah muatan yang berbeda. Biasanya bahtera jenis kecil dipakai di sekitar pantai atau paling jauh hanya 20-30 kilometar dari pantai. Sementara bahtera besar bisa dipakai hingga ke tengah bahari dan sanggup berlayar hingga berhari-hari. Penggerak bahtera yang diguanakan ialah mesin tempel. Sedangkan alat tangkap utama yang dipakai jaring dan pancing. Ada beberapa bentuk jaring yang dikenal oleh nelayan yaitu jaring kantong atau triple net, dogol atau canterng serta bundes.
Perahu dan segala perlengkapannya termasuk juga alat tangkapnya memerlukan penanganan yang baik biar tidak cepat rusak dan terpelihara. Penanganan yang cermat harus dilakukan biar acara kenelayanan tidak terganggu. Kerusakan mesin di tengah bahari akan mengakibatkan perjuangan penangkapan ikan terganggu, bahkan akan mengancam keselamatan jiwa nelayan itu sendiri. Peralatan yang kurang cermat pada geladak juga sanggup mengakibatkan bahtera bocor dan tenggelam. Oleh alasannya ialah itu pekerjaan suami begitu berat dalam memperoleh pendapatannya. Selain mereka harus bergulat dengan lautan yang adakala ganas dan tidak akrab serta sanggup mengancam jiwanya. Mereka masih disibukkan oleh perawatan-perawatan guna kelancaran pekerjaannya. Perolehan pendapatan secara ideal menjadi tanggung jawab suami, namun pada kenyataannya para isteri dan anggota keluarga lainnya juga ikut membantu, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bentuk partisipasi para perempuan nelayan tersebut ada tiga hal, yaitu mengelola ikan hasil tangkapan suami, bekerja di sektor perikanan tetapi di luar acara kenelayanan, dan bekerja di luar sektor perikanan.
Dalam kehidupannya, keluarga nelayan yang berada di wilayah Kecamatan Kedung ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh seorang ibu nelayan dalam mengelola keuangan. Pertama pengadaan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari termasuk beli materi pokok kebutuhan sehari-hari, beli pakaian dan kebutuhan yang tidak terduga ibarat sakit. Kedua, uang untuk perbekalan selama penangkapan ikan di laut, perbaikan alat tangkap bagi acara kenelayanan. Ketiga, pengadaan uang bagi kepentingan kehidupan bermasyarakat, termasuk kepentingan hajatan. Di samping ketiga hal tersebut, bergotong-royong ada hal lain yang juga perlu diperhatikan oleh setiap perempuan nelayan yang berada di tempat Kecamatan Kedung terutama ibu rumah tangga dalam mengelola keuangannya ibarat pengadaan perabot rumah tangga, radio, TV dan perabot rumah tangga lain. Akan tetapi bentuk-bentuk pengeluaran yang terakhir ini umumnya tidak terlalu dipikirkan secara khusus.
kondisi pas-pasan mengakibatkan mereka sulit untuk mengalokasikan keuangan. Hal itu keadaan dan kondisi para keluarga nelayan tang pernah dikunjungi. Rumah-rumah nelayan sudah bau tanah dan kurang terawat. Selain itu, kondisi ekonomi yang rendah dan pekerjaan sebagai nelayan yang banyak menyita waktu serta tenaga, sehingga mereka kurang memperhatikan kondisi rumahnya.
Penduduk di tempat Kedung kehidupan sebuah keluarga sanggup berlangsung jikalau kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi. Kebutuhan makan merupakan jenis kebutuhan yang sangat primer. Jenis kebutuhan ini pengadaan dan pengelolaannya dipenuhi oleh para wanita, khususnya ibu rumah tangga. Untuk keperluan ini para perempuan sanggup memenuhinya dari warung-warung yang ada di desa. Hampir segala kebutuhan yang biasa dikonsumsi terdapat di warung-warung tersebut.
Secara khusus tidak ada alokasi dana khusus untuk keperluan hidup sehari-hari. Namun demikian para wanita, terutama para ibu rumah tangga secara rutin harus memikirkan pengadaan keuangan bagi keperluan keluarga. Sumber dana utama bagi keperluan hidup sehari-hari didapat para ibu rumah tangga dari hasil penjualan ikan para suami atau hasil kerjanya menjadi buruh gesek. Sedapat mungkin uang penghasilan harus cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Walaupun bergotong-royong untuk kebutuhan sehari-hari pengeluaran utama dipakai untuk membeli beras bagi keperluan makan tetapi dalam pengelolaan, memerlukan kepandaian tersendiri, alasannya ialah pendapatan mereka sangat tergantung dari musim, yang adakala tidak menentu. Pada saat-saat along atau demam isu ikan tinggi para ibu rumah tangga lebih gampang mengelolanya. Akan tetapi pada ketika demam isu ikan sedang rendah atau sedang sulit mencari ikan, para ibu rumah tangga memerlukan kiat-kiat tersendiri bagi keberlangsungan kehidupan sehari-hari keluarga terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok.
Hasil wawancara mengatakan ternyata pada ketika “paila” atau sedang sulit ikan, merupakan saat-saat yang paling tidak menyenangkan bagi para ibu rumah tangga. Hal itu alasannya ialah ibu harus tetap menyediakan uang untuk makan bagi keluarga, namun dana untuk keperluan tersebut sangat terbatas dan bahkan tidak ada sama sekali. Saat-saat ibarat ini banyak di antara keluarga nelayan yang tidak mempunyai uang sama sekali. Selain itu, sering pula dalam penangkapan ikan tidaklah membawa hasil, malahan merugi. Kerugian ini alasannya ialah tidak seimbangnya harga jual ikan dengan biaya operasional yang dikeluarkan untuk penangkapan, atau bahkan tidak mandapatkan ikan sama sekali. Pada ketika ibarat inilah warung-warung yang berada di tempat kedung seolah menjadi penyelamat bagi keluarga nelayan. Untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya para ibu rumah tangga ngebon di warung terlebih dahulu. Pembayaran dilakukan sesudah para suami mendapat uang dari hasil tangkapan. Kondisi semakin sulit jikalau demam isu “paila” berkepanjangan dan bersamaan dengan kebutuhan biaya untuk membayar pendidikan anak, maupun ada keluarga yang sakit. Mereka harus menyiapkan dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Setelah hutang di warung menumpuk dan suami belum mendapat hasil dari kegiatannya, maka mereka terpaksa berhutang kepada tetangga ataupun kerabat dekat.
Bila berhutang kepada tetangga dan kerabat tidak berhasil, maka upaya selanjutnya ialah meminjam di kperasi. Bila ternyata kondisi keuangan mereka semakin sulit, maka upaya selanjutnya ialah menjual alat-alat rumah tangga yang dimiliki, ibarat gelas, piring, radiso maupun almari. Menurut informan barang-barang ibarat itu yang sering di jual nelayan, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup keluarga. Barang-barang untuk pengganti dibeli lagi pada ketika demam isu ikan sedang tinggi. Pada ketika demam isu ikan, ibu rumah tangga gampang mengelolanya dan demam isu yang paling membahagiakan para ibu-ibu nelayan di tempat Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara.
Sementara waktu suami melaut berarti selama masa itu ibu rumah tangga harus mengelola kehidupan rumah tangganya sendiri dan juga merangkap sebagai kepala rumah tangga. Menyiapkan materi makanan bagi seluruh anggota rumah tangga termasuk bekal suami dalam mencari ikan merupakan kiprah utama para isteri nelayan sehari-hari. Walaupun dilihat dari penyiapan dilakukan secara sederhana dan lauk yang seadanya, kecuali pada hari-hari tertentu ibarat akan mengadakan hajatan, selamatan ataupun pada ketika menghadapi hari raya lebaran. Telah disinggung dalam uraian sebelumnya bahwa bahan-bahan yang dioleh diperoleh dari warung-warung yang ada di tempat setempat, sehingga ibu-ibu sanggup membeli untuk makanan keluarga pada hari itu. Bila sedang ada uang biasanya mereka membeli khususnya beras untuk sekitar 2-3 hari sekaligus, sedang kebetulan persediaan uang menipis dan demam isu “paila” biasanya mereka membeli untuk keperluan satu hari saja. Untuk lauk pauk bagi masyarakat nelayan di tempat penelitian umumnya sederhana yakni yang kualitas rendah ibarat pethek, kembung dan teri begitu juga cara pengolahannya sangat sederhana. Lauk pauk itulah yang sering mereka santap beserta sambal dan kecap bahkan hampir setiap hari. Sementara sayur-mayur jarang dimasak.
Sementara untuk memasak nasi dan air minum masyarakat nelayan umumnya dilakukan pada pagi hari sambil menyiapkan bekal suami melaut, sedangkan lauk pauk ikan biasanya memasaknya tergantung dari kapan mereka peroleh. Hal ini alasannya ialah dalam pendaratan ikan yang dilakukan tidak menentu dan tergantung musim. Pada ketika nelayan memakai alat pancing, pendaratan biasanya pada siang hingga sore, alat tangkap berupa jaring plastik pendaratan pada sore hari, dan ketika nelayan memakai jaring bondes atau cantrang pendaratan pagi hari. Untuk acara memasak para ibu rumah tangga sering dibantu oleh belum dewasa perempuan mereka yang sudah besar dan kebetulan berada di rumah. Anak laki-laki sangat kecil peranannya dalam menyiapkan makanan ini. Keterlibatan mereka biasanya hanya terbatas jikalau si ibu membutuhkannya, contohnya membeli materi bakar yang masih kecil (7-9 tahun). Namun anak laki-laki yang sudah cukup umur (10 tahun ke atas) sudah ikut membantu ayahnya pergi melaut. Kemudian pembersihan peralatan dapur dan makan yang kotor sesudah dipergunakan juga merupakan kiprah ibu begitu juga mencuci pakaian.
Menjaga anak yang masih balita dalam permainan, pendidikan, kebersihan dan keteraturan rumah tangga juga merupakan pekerjaan yang sebagian besar harus dilakukan oleh ibu rumah tangga. Walaupun dalam kenyataannya mereka dibantu oleh belum dewasa yang sudah cukup umur terutama belum dewasa wanita. Kesibukan suami dalam mencari ikan di luat seolah sudah tidak sanggup lagi membantu pekerjaan rumah, hal ini alasannya ialah suami mencari ikan selama 4-5 hari. Oleh alasannya ialah itu, kegiatan-kegiatan ibarat memasak, mencuci, pendidikan, permainan, kebersihan dalam rumah tangga berada di tangan ibu dan dibantu oleh belum dewasa yang sudah dewasa.
Mengenai kependudukan, dari data[6] jumlah penduduk di Kecamatan Kedung sebesar 62.491 jiwa atau 49,875% dan perempuan sebesar 31.327 jiwa atau 50,13%. Dari jumlah tersebut ada 16.439 kepala keluarga (KK), sehingga rata-rata anggota dalam setiap keluarga terdapat 4 jiwa. Sementara tingkat pendidikan, bahwa masyarakat Kecamatan Kedung terdolong rendah. Proporsi terbesar (31,0%) penduduk hanyalah tamatan sekolah dasar. Penduduk yang tidak tamat sekolah dasar sebesar 14,1% dan tidak sekolah dasar 13,0%. Kemudian penduduk yang menamatkan berguru hingga dingklik SLTP 39,3% dan hingga tingkat Sekolah Menengan Atas hanya sebesar 2,6% dari jumlah penduduk seluruhnya. Besarnya persentasi penduduk yang tidak tamat SD di Kecamatan Kedung ini dikarenakan banyak orang bau tanah yang telah mengajak anaknya untuk mencari nafkah. Anak laki-laki untuk membantu ayahnya mencari ikan di tengah bahari dan yang perempuan acara mengesek ikan, meskipun mereka masih dalam usia sekolah.
Pada waktu-waktu tertentu ibarat pada demam isu ikan yakni bulan antara Desember hingga Maret, jumlah penduduk bertambah dengan musiman. Wilayah ini akan dihuni oleh sejumlah pendatang yang ingin mencari pekerjaan. Secara umum mereka bekerja sebagai bidak, yaitu nelayan buruh di bahtera milik nelayan. Saat-saat ibarat ini, pendatang musiman yakni bidak secara kuantitatif sukar dipastikan jumlahnya. Berdasarkan asumsi dari aneka macam pihak yang erat kaitannya dengan kenelayanan, jumlah para pendatang bisa mencapai ratusan orang. Mereka tiba dari aneka macam tempat di sekitar Kabupaten Jepara bahkan ada yang dari Tegal. Sebagai tempat pantai, matapencaharian utama penduduk wilayah di Kecamatan Kedung kebanyakan di bidang kenelayanan. Jumlah nelayan baik nelayan buruh (pendega) maupun nelayan pemilik dari data tercatat sebesar 74,2%, tambak 12,9%, buruh industri 9,9%, tukang bangunan/kayu 1.0%, sedangkan yang bekerja di luar kenelayanan ibarat medis, pegawai negeri, ABRI, pensiunan ialah sebesar 1,0%. Sebagai wilayah yang letaknya di dekat pantai, maka kehidupan penduduknya bernafaskan kenelayanan. Tampaknya warga yang bekerja sebagai pedagang, buruh atau lainnya masih sangat berkaitan dengan bidang kenelayanan. Para pedagang umumnya berdagang ikan, sedangkan petani tambak ialah orang-orang yang memelihara tambak sendiri atau sebagai buruh/menyewa tambak. Dengan demikian suasana kehidupan kenelayanan di wilayah Kecamatan Kedung sangat terasa sekali.
Di sisi lain sarana dan prasarana transportasi serta komunikasi sangat penting bagi suatu tempat baik di tempat perkotaan maupun di pedesaan. Demikian pula di Kecamatan Kedung, hal ini penting untuk berlangsungnya acara masyarakat dan mobilitas penduduk. Sarana komunikasi, sanggup membantu kecepatan masuknya isu ke tempat bersangkutan yang berarti pula meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakatnya. Demikian juga sarana ekonomi juga terdapat di tempat penelitian yaitu berupa pasar ikan maupun warung, toko, kios dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan).
Berkaitan dengan TPI, bagi masyarakat nelayan di tempat penelitian untuk memasarkan hasil tangkapannya tidak begitu dipermasalahkan (bebas). Hal ini alasannya ialah hasil tangkapannya bisa dipasarkan atau dijual ke tempat pelelangan ikan (TPI) setempat atau dijual ke pedagang/bakul ikan terdekat. Bahkan ada bakul hingga mendatangi ke rumah masing-masin nelayan. Dengan demikian dalam hal referensi pemasaran nelayan bisa dilakukan melalui forum resmi maupun tidak resmi. Melalui forum resmi yaitu ke TPI, sedangkan forum tidak resmi dijual pribadi kepada bakul-bakul ikan atau tengkulak bahkan ada pembeli/konsumen pribadi ke nelayan. Data yang ada diperoleh bahwa di Jepara ada 12 pasar ikan atau tempat pelelangan ikan (TPI) dari 14 kecamatan yang ada ibarat TPI Kedungmalang, Panggung, Demaan, Bulu, Jobokuto, Mlonggo, Bando, Tubanan, Bandungharjo, Ujung Watu I, Ujung Watu II, dan TPI Karimunjawa. Namun dari sejumlah TPI yang tercatat ada TPI yang kini (waktu penelitian) sama sekali sudah tidak berfungsi atau tidak dimanfaatkan tempatnya, contohnya yang berada di Kecamatan Kedung, tepatnya TPI Kedungmalang sebagai salah satu desa nelayan yang dijadikan sampel penelitian.
Sarana lainnya ialah sopek atau perahu. Di Jepara ada dua jenis ukuran bahtera yakni bahtera kecil dengan panjang 5,5 m dan lebar 1,2-2 m, serta bahtera besar dengan panjang 11 m dan lebar 4 m. Masing-masing bahtera mempunyai peralatan tersendiri serta jumlah muatan yang berbeda. Biasanya bahtera jenis kecil dipakai di sekitar pantai atau paling jauh hanya 20-30 kilometar dari pantai. Sementara bahtera besar bisa dipakai hingga ke tengah bahari dan sanggup berlayar hingga berhari-hari. Penggerak bahtera yang diguanakan ialah mesin tempel. Sedangkan alat tangkap utama yang dipakai jaring dan pancing. Ada beberapa bentuk jaring yang dikenal oleh nelayan yaitu jaring kantong atau triple net, dogol atau canterng serta bundes.
Kegiatan Wanita Nelayan
Dalam Sektor Rumah Tangga
Telah diuraikan bahwa setiap anggota keluarga mempunyai acara sendiri-sendiri dalam keluarganya. Secara ideal seorang suami sebagai kepala keluarga mempunyai tanggungjawab penuh dalam memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk dalam memasok pendapatan keluarga. Namun demikian kondisi kerja nelayan yang cukup berat itu dikerjakan sendiri, tanpa pertolongan si istri, ataupun anggota keluarga yang lain. Hal ini tampak lebih kentara pada keluarga-keluarga nelayan pemilik atau nelayan-nelayan yang mempunyai bahtera sendiri.Perahu dan segala perlengkapannya termasuk juga alat tangkapnya memerlukan penanganan yang baik biar tidak cepat rusak dan terpelihara. Penanganan yang cermat harus dilakukan biar acara kenelayanan tidak terganggu. Kerusakan mesin di tengah bahari akan mengakibatkan perjuangan penangkapan ikan terganggu, bahkan akan mengancam keselamatan jiwa nelayan itu sendiri. Peralatan yang kurang cermat pada geladak juga sanggup mengakibatkan bahtera bocor dan tenggelam. Oleh alasannya ialah itu pekerjaan suami begitu berat dalam memperoleh pendapatannya. Selain mereka harus bergulat dengan lautan yang adakala ganas dan tidak akrab serta sanggup mengancam jiwanya. Mereka masih disibukkan oleh perawatan-perawatan guna kelancaran pekerjaannya. Perolehan pendapatan secara ideal menjadi tanggung jawab suami, namun pada kenyataannya para isteri dan anggota keluarga lainnya juga ikut membantu, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bentuk partisipasi para perempuan nelayan tersebut ada tiga hal, yaitu mengelola ikan hasil tangkapan suami, bekerja di sektor perikanan tetapi di luar acara kenelayanan, dan bekerja di luar sektor perikanan.
Pengelolaan Keuangan
Selain membantu mencari penghasilan bagi kebutuhan hidup keluarga, para perempuan pesisir khususnya ibu-ibu di tempat Kecamatan Kedung juga berperan dalam pengaturan keuangan rumah tangga. Pekerjaan ini hampir tidak pernah dilakukan oleh para suami. Kondisi kerja yang sangat menyita waktu mengakibatkan para suami sulit mengkonsentrasikan fikiran untuk mengelola keuangan keluarga. Segala rekayasa keuangan cenderung dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga yang hampir semua waktunya dihabiskan di rumah. Namun demikian peranan suami sebagai kepala rumah tangga tentunya akan diajak berkonsultasi dan harus mengetahui pengeluaran uang, terutama yang menyangkut problem keuangan yang jumlahnya besar.Dalam kehidupannya, keluarga nelayan yang berada di wilayah Kecamatan Kedung ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh seorang ibu nelayan dalam mengelola keuangan. Pertama pengadaan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari termasuk beli materi pokok kebutuhan sehari-hari, beli pakaian dan kebutuhan yang tidak terduga ibarat sakit. Kedua, uang untuk perbekalan selama penangkapan ikan di laut, perbaikan alat tangkap bagi acara kenelayanan. Ketiga, pengadaan uang bagi kepentingan kehidupan bermasyarakat, termasuk kepentingan hajatan. Di samping ketiga hal tersebut, bergotong-royong ada hal lain yang juga perlu diperhatikan oleh setiap perempuan nelayan yang berada di tempat Kecamatan Kedung terutama ibu rumah tangga dalam mengelola keuangannya ibarat pengadaan perabot rumah tangga, radio, TV dan perabot rumah tangga lain. Akan tetapi bentuk-bentuk pengeluaran yang terakhir ini umumnya tidak terlalu dipikirkan secara khusus.
kondisi pas-pasan mengakibatkan mereka sulit untuk mengalokasikan keuangan. Hal itu keadaan dan kondisi para keluarga nelayan tang pernah dikunjungi. Rumah-rumah nelayan sudah bau tanah dan kurang terawat. Selain itu, kondisi ekonomi yang rendah dan pekerjaan sebagai nelayan yang banyak menyita waktu serta tenaga, sehingga mereka kurang memperhatikan kondisi rumahnya.
Penduduk di tempat Kedung kehidupan sebuah keluarga sanggup berlangsung jikalau kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi. Kebutuhan makan merupakan jenis kebutuhan yang sangat primer. Jenis kebutuhan ini pengadaan dan pengelolaannya dipenuhi oleh para wanita, khususnya ibu rumah tangga. Untuk keperluan ini para perempuan sanggup memenuhinya dari warung-warung yang ada di desa. Hampir segala kebutuhan yang biasa dikonsumsi terdapat di warung-warung tersebut.
Secara khusus tidak ada alokasi dana khusus untuk keperluan hidup sehari-hari. Namun demikian para wanita, terutama para ibu rumah tangga secara rutin harus memikirkan pengadaan keuangan bagi keperluan keluarga. Sumber dana utama bagi keperluan hidup sehari-hari didapat para ibu rumah tangga dari hasil penjualan ikan para suami atau hasil kerjanya menjadi buruh gesek. Sedapat mungkin uang penghasilan harus cukup untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Walaupun bergotong-royong untuk kebutuhan sehari-hari pengeluaran utama dipakai untuk membeli beras bagi keperluan makan tetapi dalam pengelolaan, memerlukan kepandaian tersendiri, alasannya ialah pendapatan mereka sangat tergantung dari musim, yang adakala tidak menentu. Pada saat-saat along atau demam isu ikan tinggi para ibu rumah tangga lebih gampang mengelolanya. Akan tetapi pada ketika demam isu ikan sedang rendah atau sedang sulit mencari ikan, para ibu rumah tangga memerlukan kiat-kiat tersendiri bagi keberlangsungan kehidupan sehari-hari keluarga terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok.
Hasil wawancara mengatakan ternyata pada ketika “paila” atau sedang sulit ikan, merupakan saat-saat yang paling tidak menyenangkan bagi para ibu rumah tangga. Hal itu alasannya ialah ibu harus tetap menyediakan uang untuk makan bagi keluarga, namun dana untuk keperluan tersebut sangat terbatas dan bahkan tidak ada sama sekali. Saat-saat ibarat ini banyak di antara keluarga nelayan yang tidak mempunyai uang sama sekali. Selain itu, sering pula dalam penangkapan ikan tidaklah membawa hasil, malahan merugi. Kerugian ini alasannya ialah tidak seimbangnya harga jual ikan dengan biaya operasional yang dikeluarkan untuk penangkapan, atau bahkan tidak mandapatkan ikan sama sekali. Pada ketika ibarat inilah warung-warung yang berada di tempat kedung seolah menjadi penyelamat bagi keluarga nelayan. Untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya para ibu rumah tangga ngebon di warung terlebih dahulu. Pembayaran dilakukan sesudah para suami mendapat uang dari hasil tangkapan. Kondisi semakin sulit jikalau demam isu “paila” berkepanjangan dan bersamaan dengan kebutuhan biaya untuk membayar pendidikan anak, maupun ada keluarga yang sakit. Mereka harus menyiapkan dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Setelah hutang di warung menumpuk dan suami belum mendapat hasil dari kegiatannya, maka mereka terpaksa berhutang kepada tetangga ataupun kerabat dekat.
Bila berhutang kepada tetangga dan kerabat tidak berhasil, maka upaya selanjutnya ialah meminjam di kperasi. Bila ternyata kondisi keuangan mereka semakin sulit, maka upaya selanjutnya ialah menjual alat-alat rumah tangga yang dimiliki, ibarat gelas, piring, radiso maupun almari. Menurut informan barang-barang ibarat itu yang sering di jual nelayan, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup keluarga. Barang-barang untuk pengganti dibeli lagi pada ketika demam isu ikan sedang tinggi. Pada ketika demam isu ikan, ibu rumah tangga gampang mengelolanya dan demam isu yang paling membahagiakan para ibu-ibu nelayan di tempat Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara.
Pengelolaan Rumah Tangga
Pengaturan atau pengelolaan rumah tangga merupakan kiprah utama para wanita, khususnya para ibu rumah tangga. Kegiatan ini seakan-akan tidak mengenal waktu dalam penanganannya/ Tugas itu antara lain berkaitan dengan penyiapan pangan bagi segenap anggota keluarga juga mengasuh, mendidik, menjaga dan mengarahkan belum dewasa terutama bagi yang belum cukup umur serta membereskan keseluruhan urusan rumah tangga. Melihat kiprah kerumahtanggaan yang harus dipikul para ibu sehingga tidak mempunyai lagi waktu untuk acara lain. Tugas seorang ibu nelayan diperberat lagi dengan rendahnya tingkat pertolongan para suami mereka dalam pekerjaan sehari-hari. Pekerjaan suami sebagai nelayan sangat menyita waktu dan tenaga, sehingga jikalau kebetulan suami di rumah alasannya ialah tidak melaut, maka waktunya habis untuk beristirahat atau mempersiapkan segala peralatan untuk melaut esok harinya.Sementara waktu suami melaut berarti selama masa itu ibu rumah tangga harus mengelola kehidupan rumah tangganya sendiri dan juga merangkap sebagai kepala rumah tangga. Menyiapkan materi makanan bagi seluruh anggota rumah tangga termasuk bekal suami dalam mencari ikan merupakan kiprah utama para isteri nelayan sehari-hari. Walaupun dilihat dari penyiapan dilakukan secara sederhana dan lauk yang seadanya, kecuali pada hari-hari tertentu ibarat akan mengadakan hajatan, selamatan ataupun pada ketika menghadapi hari raya lebaran. Telah disinggung dalam uraian sebelumnya bahwa bahan-bahan yang dioleh diperoleh dari warung-warung yang ada di tempat setempat, sehingga ibu-ibu sanggup membeli untuk makanan keluarga pada hari itu. Bila sedang ada uang biasanya mereka membeli khususnya beras untuk sekitar 2-3 hari sekaligus, sedang kebetulan persediaan uang menipis dan demam isu “paila” biasanya mereka membeli untuk keperluan satu hari saja. Untuk lauk pauk bagi masyarakat nelayan di tempat penelitian umumnya sederhana yakni yang kualitas rendah ibarat pethek, kembung dan teri begitu juga cara pengolahannya sangat sederhana. Lauk pauk itulah yang sering mereka santap beserta sambal dan kecap bahkan hampir setiap hari. Sementara sayur-mayur jarang dimasak.
Sementara untuk memasak nasi dan air minum masyarakat nelayan umumnya dilakukan pada pagi hari sambil menyiapkan bekal suami melaut, sedangkan lauk pauk ikan biasanya memasaknya tergantung dari kapan mereka peroleh. Hal ini alasannya ialah dalam pendaratan ikan yang dilakukan tidak menentu dan tergantung musim. Pada ketika nelayan memakai alat pancing, pendaratan biasanya pada siang hingga sore, alat tangkap berupa jaring plastik pendaratan pada sore hari, dan ketika nelayan memakai jaring bondes atau cantrang pendaratan pagi hari. Untuk acara memasak para ibu rumah tangga sering dibantu oleh belum dewasa perempuan mereka yang sudah besar dan kebetulan berada di rumah. Anak laki-laki sangat kecil peranannya dalam menyiapkan makanan ini. Keterlibatan mereka biasanya hanya terbatas jikalau si ibu membutuhkannya, contohnya membeli materi bakar yang masih kecil (7-9 tahun). Namun anak laki-laki yang sudah cukup umur (10 tahun ke atas) sudah ikut membantu ayahnya pergi melaut. Kemudian pembersihan peralatan dapur dan makan yang kotor sesudah dipergunakan juga merupakan kiprah ibu begitu juga mencuci pakaian.
Menjaga anak yang masih balita dalam permainan, pendidikan, kebersihan dan keteraturan rumah tangga juga merupakan pekerjaan yang sebagian besar harus dilakukan oleh ibu rumah tangga. Walaupun dalam kenyataannya mereka dibantu oleh belum dewasa yang sudah cukup umur terutama belum dewasa wanita. Kesibukan suami dalam mencari ikan di luat seolah sudah tidak sanggup lagi membantu pekerjaan rumah, hal ini alasannya ialah suami mencari ikan selama 4-5 hari. Oleh alasannya ialah itu, kegiatan-kegiatan ibarat memasak, mencuci, pendidikan, permainan, kebersihan dalam rumah tangga berada di tangan ibu dan dibantu oleh belum dewasa yang sudah dewasa.
Selanjutnya: Kehidupan Masyarakat Pesisir Indonesia |
Belum ada Komentar untuk "Nih Kehidupan Ibu Rumah Tangga Pesisir Jepara"
Posting Komentar